1.
PENDAHULUAN
Pengertian Bank
Bank adalah sebuah lembaga perantara keuangan yang memiliki wewenang dan fungsi untuk menghimpun dana masyarakat umum untuk disalurkan.
Sedangkan menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dari definisi bank di atas dapat ditarik kesimpulan, yaitu bank merupakan suatu lembaga dimana kegiatannya menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, seperti tabungan, deposito, maupun giro, dan menyalurkan dana simpanan tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan, baik dalam bentuk kredit maupun bentuk-bentuk lainnya.
Klasifikasi bank
>> Klasifikasi bank berdasarkan fungsi atau status operasi <<
>> Klasifikasi bank berdasarkan fungsi atau status operasi <<
* Melaksanakan kebijakan moneter dan keuangan;
* Memberi nasehat pada pemerintah untuk soal-soal moneter dan keuangan;
* Melakukan pengawasan, pembinaan,dan pengaturan perbankan;
* Sebagai banker’s bank atau lender of last resort;
* Memelihara stabilitas moneter;
* Melancarkan pembiayaan pembangunan ekonomi;
* Mendorong pengembangan perbankan dan sistem keuangan yang sehat.
* Memberi nasehat pada pemerintah untuk soal-soal moneter dan keuangan;
* Melakukan pengawasan, pembinaan,dan pengaturan perbankan;
* Sebagai banker’s bank atau lender of last resort;
* Memelihara stabilitas moneter;
* Melancarkan pembiayaan pembangunan ekonomi;
* Mendorong pengembangan perbankan dan sistem keuangan yang sehat.
>> Klasifikasi bank berdasarkan
kepemilikan <<
Bank Milik Negara
Adalah bank yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara. Tahun 1999, lahir bank pemerintah yang baru yaitu Bank Mandiri, yang merupakan hasil merger atau penggabungan bank-bank pemerintah yang ada sebelumnya.
Bank Milik Negara
Adalah bank yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara. Tahun 1999, lahir bank pemerintah yang baru yaitu Bank Mandiri, yang merupakan hasil merger atau penggabungan bank-bank pemerintah yang ada sebelumnya.
Bank Pemerintah Daerah
Adalah bank yang sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Bank milik Pemerintah Daerah yang umum dikenal adalah Bank Pembangunan Daerah (BPD), yang didirikan berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 1962. Masing-masing Pemerintah Daerah telah memiliki BPD sendiri. Di samping itu beberapa Pemerintah Daerah memiliki Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yaitu salah satu jenis bank yang dikenal melayani golongan pengusaha mikro, kecil dan menengah dengan lokasi yang pada umumnya dekat dengan tempat masyarakat yang membutuhkan.
Adalah bank yang sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Bank milik Pemerintah Daerah yang umum dikenal adalah Bank Pembangunan Daerah (BPD), yang didirikan berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 1962. Masing-masing Pemerintah Daerah telah memiliki BPD sendiri. Di samping itu beberapa Pemerintah Daerah memiliki Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yaitu salah satu jenis bank yang dikenal melayani golongan pengusaha mikro, kecil dan menengah dengan lokasi yang pada umumnya dekat dengan tempat masyarakat yang membutuhkan.
Bank Swasta Nasional
Setelah pemerintah mengeluarkan paket kebijakan deregulasi pada bulan Oktober 1988 (Pakto 1988), muncul ratusan bank-bank umum swasta nasional yang baru. Namun demikian, bank-bank baru tersebut pada akhirnya banyak yang dilikuidasi oleh pemerintah. Bentuk hukum bank umum swasta nasional adalah Perseroan Terbatas (PT), termasuk di dalamnya Bank Umum Koperasi Indonesia (BUKOPIN), yang telah merubah bentuk hukumnya menjadi PT tahun 1993.
Setelah pemerintah mengeluarkan paket kebijakan deregulasi pada bulan Oktober 1988 (Pakto 1988), muncul ratusan bank-bank umum swasta nasional yang baru. Namun demikian, bank-bank baru tersebut pada akhirnya banyak yang dilikuidasi oleh pemerintah. Bentuk hukum bank umum swasta nasional adalah Perseroan Terbatas (PT), termasuk di dalamnya Bank Umum Koperasi Indonesia (BUKOPIN), yang telah merubah bentuk hukumnya menjadi PT tahun 1993.
Bank Swasta Asing
Adalah bank-bank umum swasta yang merupakan perwakilan (kantor cabang) bank-bank induknya di negara asalnya. Pada awalnya, bank-bank swasta asing hanya boleh beroperasi di DKI Jakarta saja. Namun setelah dikeluarkan Pakto 27, 1988, bank-bank swasta asing ini diperkenankan untuk membuka kantor cabang pembantu di delapan kota, yaitu Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandung, Denpasar, Ujung Pandang (Makasar), Medan, dan Batam. Bank-bank asing ini menjalaskan fungsi sebagaimana layaknya bank-bank umum swasta nasional, dan mereka tunduk pula pada ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Adalah bank-bank umum swasta yang merupakan perwakilan (kantor cabang) bank-bank induknya di negara asalnya. Pada awalnya, bank-bank swasta asing hanya boleh beroperasi di DKI Jakarta saja. Namun setelah dikeluarkan Pakto 27, 1988, bank-bank swasta asing ini diperkenankan untuk membuka kantor cabang pembantu di delapan kota, yaitu Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandung, Denpasar, Ujung Pandang (Makasar), Medan, dan Batam. Bank-bank asing ini menjalaskan fungsi sebagaimana layaknya bank-bank umum swasta nasional, dan mereka tunduk pula pada ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Bank Umum Campuran
Bank campuran (joint venture bank) adalah bank umum yang didirikan bersama oleh satu atau lebih bank umum yang berkedudukan di Indonesia dan didirikan oleh warga negara dan atau badan hukum Indonesia yang dimiliki sepenuhnya oleh warga negara Indonesia, dengan satu atau lebih bank yang berkedudukan di luar negeri.
Bank campuran (joint venture bank) adalah bank umum yang didirikan bersama oleh satu atau lebih bank umum yang berkedudukan di Indonesia dan didirikan oleh warga negara dan atau badan hukum Indonesia yang dimiliki sepenuhnya oleh warga negara Indonesia, dengan satu atau lebih bank yang berkedudukan di luar negeri.
>> Klasifikasi bank berdasarkan segi
penyediaan jasa <<
Bank Devisa
Bank devisa (foreign exchange bank) adalah bank yang dalam kegiatan usahanya dapat melakukan transaksi dalam valuta asing, baik dalam hal penghimpunan dan penyaluran dana, serta dalam pemberian jasa-jasa keuangan. Dengan demikian, bank devisa dapat melayani secara langsung transaksi-transaksi dalam skala internasional.
Bank Devisa
Bank devisa (foreign exchange bank) adalah bank yang dalam kegiatan usahanya dapat melakukan transaksi dalam valuta asing, baik dalam hal penghimpunan dan penyaluran dana, serta dalam pemberian jasa-jasa keuangan. Dengan demikian, bank devisa dapat melayani secara langsung transaksi-transaksi dalam skala internasional.
Bank Non Devisa
Bank umum yang masih berstatus non devisa hanya dapat melayani transaki-transaksi di dalam negeri (domestik). Bank umum non devisa dapat meningkatkan statusnya menjadi bank devisa setelah memenuhi ketentuan-ketentuan antara lain: volume usaha minimal mencapai jumlah tertentu, tingkat kesehatan, dan kemampuannya dalam memobilisasi dana, serta memiliki tenaga kerja yang berpengalaman dalam valuta asing.
SIFAT INDUSTRI PERBANKAN
Bank umum yang masih berstatus non devisa hanya dapat melayani transaki-transaksi di dalam negeri (domestik). Bank umum non devisa dapat meningkatkan statusnya menjadi bank devisa setelah memenuhi ketentuan-ketentuan antara lain: volume usaha minimal mencapai jumlah tertentu, tingkat kesehatan, dan kemampuannya dalam memobilisasi dana, serta memiliki tenaga kerja yang berpengalaman dalam valuta asing.
SIFAT INDUSTRI PERBANKAN
1.sebagai salah satu sub-sistem industri
1.sebagai salah satu sub-sistem industri jasa keuangan. Bank disebut sbg
jantung jasa keuangan. Bank disebut sbg jantung atau motor penggerak roda atau
motor penggerak roda perekonomian suatu negara, salah satu perekonomian suatu
negara, salah satu leading indicator kestabilan tingkat leading indicator
kestabilan tingkat perekonomian suatu negara . Jika perekonomian suatu negara .
Jika perbankan mengalami keterpurukan hal perbankan mengalami keterpurukan hal
ini adalah indikator perekonomian negara ini adalah indikator perekonomian
negara ybs sedang sakit. ybs sedang sakit.
2. Industri perbankan adalah industri yang
sangat bertumpu kepada kepercayaan masyarakat bertumpu kepada kepercayaan
masyarakat (fiduciary financial institution). Kepercayaan (fiduciary financial
institution). Kepercayaan masyarakat adalah segala-galanya bagi bank.
masyarakat adalah segala-galanya bagi bank. Begitu masyarakat tidak percaya
pada bank, Begitu masyarakat tidak percaya pada bank, bank akan menghadapi “
rush” dan akhirnya bank akan menghadapi “ rush” dan akhirnya koleps. Di AS pada
abad 19-20, setiap 20 koleps. Di AS pada abad 19-20, setiap 20 tahun sekali
terjadi krisis perbankan sebagai tahun sekali terjadi krisis perbankan sebagai
akibat krisis kepercayaan ( Lash, 1987 : 8 ). akibat krisis kepercayaan ( Lash,
1987 : 8 ).
Karena dua sifat khusus tersebut, industri
perbankan adalah industri yang sangat banyak perbankan adalah industri yang
sangat banyak diatur oleh pemerintah ( most heavily regulated diatur oleh
pemerintah ( most heavily regulated industries ). Revisi serta penegakannya
harus industries ). Revisi serta penegakannya harus dilakukan sangat hati-hati
dengan dilakukan sangat hati-hati dengan memperhatikan akibat ekonomi dan
fungsi memperhatikan akibat ekonomi dan fungsi perbankan dalam perekonomian
negara serta perbankan dalam perekonomian negara serta kepercayaan masyarakat
yang harus dijaga. kepercayaan masyarakat yang harus dijaga.
Ada lima tujuan , mengapa industri perbankan
perlu diatur : perlu diatur : 2. 2.Menjaga keamanan bank; Menjaga keamanan
bank; 3. 3.Memungkinkan terciptanya iklim kompetisi Memungkinkan terciptanya
iklim kompetisi yang sehat; yang sehat; 4. 4.Pemberian kredit untuk tujuan
khusus; Pemberian kredit untuk tujuan khusus; 5. 5.Perlindungan terhadap
nasabah; Perlindungan terhadap nasabah; 6. 6.Terciptanya suasana kondusif bagi
Terciptanya suasana kondusif bagi pengambilan keputusan mengenai kebijakan
pengambilan keputusan mengenai kebijakan moneter.
FUNGSI DAN PERANAN BANK SECARA UMUM
1) FUNGSI DARI BANK :
A. Bank Umum
1) FUNGSI DARI BANK :
A. Bank Umum
a) menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, dan tabungan;
b) memberikan kredit;
c) menerbitkan surat pengakuan utang;
d) memindahkan uang, baik untuk kepentingan
nasabah maupun untuk kepentingan bank itu sendiri;
e) menerima pembayaran dari tagihan atas surat
berharga dan melakukan perhitungan atau dengan pihak ketiga;
f) menyediakan tempat untuk menyimpan barang
dan surat berharga; dan
g) melakukan penempatan dana dari nasabah ke
nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.
B. Bank Sentral
(1) menetapkan dan melaksanakan kebijakan
moneter
Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan
kebijakan moneter, Bank Indonesia berwenang:
(a) menetapkan sasaran moneter dengan
memerhatikan sasaran laju inflasi;
(b) melakukan pengendalian moneter dengan
menggunakan cara-cara yang termasuk tetapi tidak terbatas pada:
– operasi pasar terbuka di pasar uang baik
rupiah maupun valuta asing
– penetapan tingkat diskonto
– penetapan cadangan wajib minimun
– pengaturan kredit atau pembiayaan
Cara-cara pengendalian moneter dapat
dilaksana-kan juga berdasarkan prinsip syariah.
Pelaksanaan ketentuan tersebut ditetapkan
Peraturan Bank Indonesia.
(2) mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran
Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran
sistem pembayaran, bank Indonesia berwenang:
(a) melaksanakan dan memberikan persetujuan
dan izin atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran,
(b) mewajibkan penyelenggara jasa sistem
pembayaran untuk menyampaikan laporan tentang kegiatannya.
Pelaksanaan kewenangan di atas ditetapkan
dengan Peraturan Bank Indonesia.
(3) mengatur dan mengawasi bank
Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur dan
mengawasi bank, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin
atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan
bank dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan peraturan Bank
Indonesia.
C.Bank Perkreditan Rakyat
a) Menghimpun dana dalam bentuk simpanan
tabungan dan simpanan deposito.
b) Memberikan pinjaman kepada masyarakat.
c) Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana
berdasarkan prinsip syariah.
2)PERANAN DARI BANK :
1. Penciptaan uang
Uang yang diciptakan bank umum adalah uang
giral, yaitu alat pembayaran lewat mekanisme pemindahbukuan (kliring).
Kemampuan bank umum menciptakan uang giral menyebabkan possisi dan fungsinya
dalam pelaksanaan kebijakan moneter.
Bank sentral dapat mengurangi atau menambah
jumlah uang yang beredar dengan cara mempengaruhi kemampuan bank umum menciptakan
uang giral.
2. Mendukung Kelancaran Mekanisme Pembayaran
Fungsi lain dari bank umum yang juga sangat
penting adalah mendukung kelancaran mekanisme pembayaran. Hal ini dimungkinkan
karena salah satu jasa yang ditawarkan bank umum adalah jasa-jasa yang
berkaitan dengan mekanisme pembayaran.
Beberapa jasa yang amat dikenal adalah
kliring, transfer uang, penerimaan setoran-setoran, pemberian fasilitas
pembayaran dengan tunai, kredit, fasilitas-fasilitas pembayaran yang mudah dan
nyaman, seperti kartu plastik dan sistem pembayaran elektronik.
3. Penghimpunan Dana Simpanan Masyarakat
Dana yang paling banyak dihimpun oleh bank
umum adalah dana simpanan. Di Indonesia dana simpanan terdiri atas giro,
deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang
dapat dipersamakan dengan itu. Kemampuan bank umum menghimpun dana jauh lebih
besar dibandingkan dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya. Dana-dana simpanan
yang berhasil dihimpun akan disalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan, utamanya
melalui penyaluran kredit.
4. Mendukung Kelancaran Transaksi
Internasional
Bank umum juga sangat dibutuhkan untuk
memudahkan dan atau memperlancar transaksi internasional, baik transaksi
barang/jasa maupun transaksi modal. Kesulitan-kesulitan transaksi antara dua
pihak yang berbeda negara selalu muncul karena perbedaan geografis, jarak,
budaya dan sistem moneter masing-masing negara. Kehadiran bank umum yang
beroperasi dalam skala internasional akan memudahkan penyelesaian
transaksi-transaksi tersebut. Dengan adanya bank umum, kepentingan pihak-pihak
yang melakukan transaksi internasional dapat ditangani dengan lebih mudah,
cepat, dan murah.
5. Penyimpanan Barang-Barang Berharga
Penyimpanan barang-barang berharga adalah satu
satu jasa yang paling awal yang ditawarkan oleh bank umum. Masyarakat dapat
menyimpan barang-barang berharga yang dimilikinya seperti perhiasan, uang, dan
ijazah dalam kotak-kotak yang sengaja disediakan oleh bank untuk disewa (safety
box atau safe deposit box). Perkembangan ekonomi yang semakin pesat menyebabkan
bank memperluas jasa pelayanan dengan menyimpan sekuritas atau surat-surat
berharga.
6. Pemberian Jasa-Jasa Lainnya
Di Indonesia pemberian jasa-jasa lainnya oleh
bank umum juga semakin banyak dan luas. Saat ini kita sudah dapat membayar
listrik, telepon membeli pulsa telepon seluler, mengirim uang melalui atm,
membayar gaji pegawai dengan menggunakan jasa-jasa bank.
PERANAN BANK INDONESIA DALAM PERBANKAN
Tujuan BI adalah mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut BI mempunyai 3 tugas
utama, yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan
menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi bank. Dalam
rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter tersebut, BI berwenang
menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi
yang ditetapkan. Perlu dikemukakan bahwa tugas pokok BI berubah sejak
diterapkannya undang-undang tersebut, yaitu dari multiple objective (mendorong
pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan memelihara kestabilan
nilai rupiah) menjadi single objective (mencapai dan memelihara kestabilan
nilai rupiah). Dengan demikian tingkat keberhasilan BI akan lebih mudah diukur
dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
DEREGULASI PERBANKAN INDONESIA
Deregulasi perbankan adalah keadaan dimana
terjadinya perubahan peraturan dalam perbankan, khususnya di Indonesia. Hal ini
terjadi karena belum tangguhnya keadaan perbankan Indonesia, disebabkan
perbankan Indonesia adalah warisan dari negara penjajah di Indonesia sehingga
tidak memiliki kemampuan untuk mengelola perbankan dengan baik dan Indonesia
memang tidak didasari untuk belajar dari negara-negara lain yang sudah lebih
lama mengatur soal bank.
Deregulasi ini dimaksudkan dengan tujuan
membuat suasana perbankan di Indonesia lebih stabil. Maka dibuatlah kebijakan –
kebijakan yang mengatur tentang perbankan Indonesia. Mulai dari 1 juni tahun
1983 yang memberikan keleluasaan kepada bank-bank untuk menentukan suku bunga deposito.
Dilanjutkan dengan Paket Kebijakan 27 Oktober 1988 (Pakto 88) hanya dengan
modal Rp 10 milyar maka seorang pengusaha bisa membuka bank baru sehingga pada
masa itu meledaklah jumlah bank di Indonesia. Lalu Paket Februari 1991 (Paktri)
yang berupaya mengatur pembatasan dan pemberatan persyaratan perbankan dengan
mengharuskan dipenuhinya persyaratan permodalan minimal 8 persen dari kekayaan
sehingga diharapkan peningkatan kualitas perbankan Indonesia. UU Perbankan baru
No 7 menggarisbawahi soal peniadaan pemisahan perbankan berdasarkan
kepemilikan. Hingga Pakmei pemerintah berharap mengucurkan kredit, sehingga
dunia usaha tidak lesu lagi dan industri otomotif bisa bergairah kembali, dan
terakhir dikeluarkannya PP No 68 tahun 1996, PP ini sangat menguntungkan para
nasabah karena nasabah bank akan tahu persis rapor banknya.
DEREGULASI perbankan sudah digulirkan sejak 14
tahun lalu. Kesan bongkar pasang itu tak terhindarkan. Bahkan, dari dampak yang
kini terasa yaitu goyahnya sejumlah bank swasta, sangat terasa bahwa
aturan-aturan perbankan Indonesia memang tak didasari pengalaman negara-negara
lain yang sudah lebih lama mengatur soal-soal bank.
Deregulasi perbankan yang dikeluarkan pada 1
Juni 1983 mencatat beberapa hal. Di antaranya: memberikan keleluasaan kepada
bank-bank untuk menentukan suku bunga deposito. Kemudian dihapusnya campur
tangan Bank Indonesia terhadap penyaluran kredit. Deregulasi ini juga yang
pertama memperkenalkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar
Uang (SPBU). Aturan ini dimaksudkan untuk merangsang minat berusaha di bidang
perbankan Indonesia di masa mendatang.
Lima tahun kemudian ada Paket Kebijakan 27
Oktober 1988 (Pakto 88) yang terkenal itu. Pakto 88 boleh dibilang adalah
aturan paling liberal sepanjang sejarah Republik Indonesia di bidang perbankan.
Contohnya, hanya dengan modal Rp 10 milyar maka seorang pengusaha bisa membuka
bank baru. Dan kepada bank-bank asing lama dan yang baru masuk pun diijinkan
membuka cabangnya di enam kota. Bahkan bentuk patungan antar bank asing dengan
bank swasta nasional diijinkan. Dengan demikian, secara terang-terangan
monopoli dana BUMN oleh bank-bank milik negara dihapuskan.
Bahkan, beberapa bank kemudian menjadi bank
devisa karena persyaratan untuk mendapat predikat itu dilonggarkan. Dengan
berbagai kemudahan Pakto 88, meledaklah jumlah bank di Indonesia.
Banyaknya jumlah bank membuat kompetisi
pencarian tenaga kerja, mobilisasi dana deposito dan tabungan jugase makin
sengit. Ujung-ujungnya, karena bank terus dipacu untuk mencari untung, sisi
keamanan penyaluran dana terabaikan, dan akhirnya kredit macet menggunung.
Kondisi ini kemudian memunculkan Paket Februari 1991(Paktri) yang mendorong
dimulainya proses globalisasi perbankan.
Salah satu tugasnya adalah berupaya mengatur
pembatasan dan pemberatan persyaratan perbankan dengan mengharuskan dipenuhinya
persyaratan permodalan minimal 8 persen dari kekayaan. Yang diharapkan dalam
paket itu adalah akan adanya peningkatan kualitas perbankan Indonesia. Dengan
mewajibkan bank-bank memenuhi aturan penilaian kesehatan bank yang
mempergunakan formula kriteria tertentu, tampaknya paket itu tidak bisa
menghindari kesan sebagai produk aturan yang diwarnai trauma atas terjadinya
kasus kolapsnya Bank Perbankan Asia, Bank Duta, dan Bank Umum Majapahit.
Setelah itu, lahir UU Perbankan baru bernomor
7 tahun 1992 yang disahkan oleh Presiden Soeharto pada 25 Maret 1992. Undang
Undang itu merupakan penyempurnaan UU Nomor 14 tahun 1967. Intinya, UU itu
menggarisbawahi soal peniadaan pemisahan perbankan berdasarkan kepemilikan.
Kalau UU yang lama secara tegas menjelaskan soal pemilikan bank/pemerintah,
pemerintah daerah, swasta nasional, dan asing. Mengenai perizinan, pada UU lama
persyaratan mendirikan bank baru ditekankan pada permodalan dan pemilikan. Pada
UU yang baru, persyaratannya meliputi berbagai unsur seperti susunan
organisasi, permodalan, kepemilikan, keahlian di bidang perbankan, kelayakan
kerja, dan hal-hal lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan
pertimbangan Bank Indonesia.
Untuk mengurangi sebagian kendala yang
dihadapi perbankan dalam melakukan ekspansi kredit dan koreksi terhadap Paktri
yang begitu mengekang bank, pemerintah mengeluarkan Paket 29 Mei 1993 (Pakmei).
Dengan Pakmei itu, pemerintah berharap mengucurkan kredit, sehingga dunia usaha
tidak lesu lagi dan industri otomotif bisa bergairah kembali. Disebutkan dalam
Pakmei ini pencapaian CAR (capital adiquacy ratio)– atau perimbangan antara
modal sendiri dan aset — sesuai dengan ketentuan adalah 8 persen. Kemudian penyempurnaan
lain pada paket itu adalah ketentuan loan to deposit ratio (LDR).
Aturan yang terakhir diluncurkan adalah
Peraturan Pemerintah (PP) No. 68 tahun 1996 yang ditanda tangani Presiden RI
pada 3 Desember 1996. Belajar dari pengalaman Bank Summa, PP ini sangat
menguntungkan para nasabah karena nasabah bank akan tahu persis rapor banknya.
Dengan begitu, mereka bisa ancang-ancang jika suatu saat banknya sedang goyah
atau bahkan nyaris pailit.
1.2.
Sifat Industri Perbankan
Dua sifat
khusus industri perbankan:
1. Sebagai
salah satu sub-sistem industri jasa keuangan. Bank disebut sebagai jantung atau
motor penggerak roda perekonomian suatu negara, salah satu leading indikator
kestabilan tingkat perekonomian suatu negara. Jika perbankan mengalami
keterpurukan hal ini akan terjadi indikator perekonomian negara ybs sedang
sakit.
2.
Industri perbankan adalah suatu industri yang sangat bertumpu kepada
kepercayaan masyarakat. Kepercayaan masyarakat adalah kepercayaan yang
segala-galanya bagi bank.
Pada dua
sifat khusus industri perbankan tersebut, industri perbankan adalah industri
yang sangat banyak diatur oleh pemerintah. Revisi serta penegakannya harus
dilakukan sangat hati-hati dengan memperhatikan akibat ekonomi dan fungsi
perbankan dalam perekonomian negara serta kepercayaan kepada masyarakat yang
harus dijaga.
Sementara, akar masalah perbankan di
Indonesia sebenarnya bisa ditelusuri dari kebijakan umum tentang perbankan.
Arah kebijakan tersebut adalah liberalisasi yang monumental yaitu liberalisasi
perbankan 1 Juni 1983 dan Paket Oktober (Pakto)1988.
bisnis perbankan adalah bisnis yang
secara langsung bersentuhan dengan uang. Jadi tidak heran hal itu akan
memancing tindakan kejahatan dari berbagai pihak untuk menyelewengkan uang bank
demi kepentingan pribadi (moral hazard). Maka
sangat beralasan jika pengawasan BI harus kuat dalam menghadapi bankir nakal
yang memanfaatkan loopholes atas sejumlah peraturan yang ada (PBI).
1.3.
Fungsi dan Peranan Bank Secara Umum
Fungsi Bank
1. Penghimpun
dana Untuk menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dana maka bank memiliki
beberapa sumber yang secara garis besar ada tiga sumber, yaitu:
a. Dana yang
bersumber dari bank sendiri yang berupa setoran modal waktu pendirian.
b. Dana yang
berasal dari masyarakat luas yang dikumpulkan melalui usaha perbankan seperti
usaha simpanan giro, deposito dan tabanas.
c. Dana yang
bersumber dari Lembaga Keuangan yang diperoleh dari pinjaman dana yang berupa
Kredit Likuiditas dan Call Money (dana yang sewaktu-waktu dapat ditarik oleh
bank yang meminjam) dan memenuhi persyaratan. Mungkin Anda pernah mendengar
beberapa bank dilikuidasi atau dibekukan usahanya, salah satu penyebabnya
adalah karena banyak kredit yang bermasalah atau macet.
2. Penyalur
dana-dana yang terkumpul oleh bank disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk
pemberian kredit, pembelian surat-surat berharga, penyertaan, pemilikan harta
tetap.
3. Pelayan Jasa
Bank dalam mengemban tugas sebagai “pelayan lalu-lintas pembayaran uang”
melakukan berbagai aktivitas kegiatan antara lain pengiriman uang, inkaso, cek
wisata, kartu kredit dan pelayanan lainnya.
Adapun secara
spesifik bank bank dapat berfungsi sebagai agent of trust, agent of develovment
dan agen of services.
1.
Penyalur/pemberi Kredit Bank dalam kegiatannya tidak hanya menyimpan dana yang
diperoleh, akan tetapi untuk pemanfaatannya bank menyalurkan kembali dalam
bentuk kredit kepada masyarakat yang memerlukan dana segar untuk usaha.
Tentunya dalam pelaksanaan fungsi ini diharapkan bank akan mendapatkan sumber
pendapatan berupa bagi hasil atau dalam bentuk pengenaan bunga kredit.
Pemberian kredit akan menimbulkan resiko, oleh sebab itu pemberiannya harus
benar-benar teliti
1. Agent Of Trust
Yaitu lembaga
yang landasannya kepercayaan. Dasar utama kegiatan perbankkan adalah
kepercayaan ( trust ), baik dalam penghimpun dana maupun penyaluran dana.
Masyarakat akan mau menyimpan dana dananya di bank apabila dilandasi
kepercayaan. Dalam fungsi ini akan di bangun kepercayaan baik dari pihak
penyimpan dana maupun dari pihak bank dan kepercayaan ini akan terus
berlanjut kepada pihak debitor. Kepercayaan ini penting dibangun karena dalam
keadaan ini semua pihak ingin merasa diuntungkan untuk baik dari segi
penyimpangan dana, penampung dana maupun penerima penyaluran dana tersebut.
2. Agent Of
Development
Yaitu lembaga
yang memobilisasi dana untuk pembangunan ekonomi. Kegiatan bank berupa
penghimpun dan penyalur dana sangat diperlukan bagi lancarnya kegiatan
perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat
melakukan kegiatan investasi, kegiatan distribusi, serta kegiatan konsumsi
barang dan jasa, mengingat bahwa kegiatan investasi , distribusi dan konsumsi
tidak dapat dilepaskan dari adanya penggunaan uang. Kelancaran kegiatan
investasi, distribusi, dan konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan
perekonomian suatu masyarakat.
3. Agent Of
Services
Yaitu lembaga
yang memobilisasi dana untuk pembangunan ekonomi. Disamping melakukan kegiatan
penghimpun dan penyalur dana, bank juga memberikan penawaran jasa perbankan
yang lain kepada masyarakan. Jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya
dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum.
Peran Bank
Dalam menjalankan
kegiatannya bank mempunyai peran penting dalam sistem keuangan, yaitu :
1. Pengalihan
Aset (asset transmutation)
Yaitu pengalihan
dana atau aset dari unit surplus ke unit devisit. Dimana sumber dana yang
diberikan pada pihak peminjam berasal pemilik dana yaitu unit surplus yang
jangka waktunya dapat diatur sesuai dengan keinginan pemilik dana. Dalam hal
ini bank berperan sebagai pangalih aset yang likuid dari unit surplus (lender)
kepada unit defisit (borrower).
2. Transaksi
(transaction)
Bank memberikan
berbagai kemudahan kepada pelaku ekonomi untuk melakukan transaksi. Dalam ekonomi
modern, trnsaksi barang dan jasa tidak pernah terlepas dari transaksi keuangan.
Untuk itu produk-produk yang dikeluarkan oleh bank (giro, tabungan, depsito,
saham dan sebagainya)merupakan pengganti uang dan dapat digunakan sebagai alat
pembayaran.
3. Likuiditas
(liquidity)
Unit surplus
dapat menempatkan dana yang dimilikinya dalam bentuk produk-produk berupa giro,
tabungan, deposito, dan sebagainya. Produk-produk tersebut masing-masing
mempunyai tingkat likuiditas yang berbeda-beda. Untuk kepentingn likuiditas
para pemilik dana dapat menempatkan dananya sesuai dengan kebutuhan dan
kepentingannya. Dengan demikian bank memberikan fasilitas pengelolaan
likuiditas kepada pihak yang mengalami surplus likuiditas dan menyalurkannya
kepada pihak yang mengalami kekurangan likuiditas.
4. Efisiensi
(efficiency)
Peranan bank
sebagai broker adalah menemukan peminjam dan pengguna modal tanpa mengubah
produknya. Disini bank hanya memperlancar dan mempertemukan pihak-pihak yang
saling membutuhkan. Adanya informasi yang tidak simetris (asymmetric
information) antara peminjam dan investor menimbulkan masalah insentif. Peran
bank menjadi penting untuk memecahkan masalah insentif tersebut. Untuk itu
jelas peran bank dalam hal ini yaitu menjembatani dua pihak yang saling berkepentingan
untuk menyamakan informasi yang tidak sempurna, sehingga terjadi efisiensi
biaya ekonomi.
PERAN BANK
INDONESIA DALAM STABILITAS KEUANGAN
Sebagai otoritas
moneter, perbankan dan sistem pembayaran, tugas utama Bank Indonesia tidak saja
menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas sistem keuangan (perbankan
dan sistem pembayaran). Keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas
moneter tanpa diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan banyak
artinya dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas
moneter dan stabilitas keuangan ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat
dipisahkan. Kebijakan moneter memiliki dampak yang signifikan terhadap
stabilitas keuangan begitu pula sebaliknya, stabilitas keuangan merupakan pilar
yang mendasari efektivitas kebijakan moneter. Sistem keuangan merupakan salah
satu alur transmisi kebijakan moneter, sehingga bila terjadi ketidakstabilan
sistem keuangan maka transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan secara
normal. Sebaliknya, ketidakstabilan moneter secara fundamental akan
mempengaruhi stabilitas sistem keuangan akibat tidak efektifnya fungsi sistem
keuangan. Inilah yang menjadi latar belakang mengapa stabilitas sistem keuangan
juga masih merupakan tugas dan tanggung jawab Bank Indonesia.
Pertanyaannya,
bagaimana peranan Bank Indonesia dalam memelihara stabilitas sistem keuangan?
Sebagai bank sentral, Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam menjaga
stabilitas sistem keuangan. Kelima peran utama yang mencakup kebijakan dan
instrumen dalam menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah:
Pertama, Bank
Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain melalui
instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut untuk
mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini
mengingat gangguan stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap
berbagai aspek ekonomi. Kebijakan moneter melalui penerapan suku bunga
yang terlalu ketat, akan cenderung bersifat mematikan kegiatan ekonomi. Begitu
pula sebaliknya. Oleh karena itu, untuk menciptakan stabilitas moneter, Bank
Indonesia telah menerapkan suatu kebijakan yang disebut inflation
targeting framework.
Kedua, Bank
Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga keuangan yang
sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti itu
dilakukan melalui mekanisme
pengawasan dan regulasi. Seperti halnya di negara-negara
lain, sektor perbankan memiliki pangsa yang dominan dalam sistem keuangan. Oleh
sebab itu, kegagalan di sektor ini dapat menimbulkan ketidakstabilan keuangan
dan mengganggu perekonomian. Untuk mencegah terjadinya kegagalan tersebut,
sistem pengawasan dan kebijakan perbankan yang efektif haruslah ditegakkan.
Selain itu, disiplin pasar melalui kewenangan dalam pengawasan dan pembuat kebijakan
serta penegakan hukum (law enforcement) harus dijalankan. Bukti yang ada
menunjukkan bahwa negara-negara yang menerapkan disiplin pasar, memiliki
stabilitas sistem keuangan yang kokoh. Sementara itu, upaya penegakan hukum
(law enforcement) dimaksudkan untuk melindungi perbankan dan stakeholder serta
sekaligus mendorong kepercayaan terhadap sistem keuangan. Untuk menciptakan
stabilitas di sektor perbankan secara berkelanjutan, Bank Indonesia telah
menyusun Arsitektur
Perbankan Indonesia dan rencana implementasi
Basel II.
Ketiga, Bank
Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Bila terjadi
gagal bayar (failure to settle) pada salah satu peserta dalam sistem sistem
pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup serius dan mengganggu
kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat menimbulkan risiko yang
bersifat menular (contagion risk) sehingga menimbulkan gangguan yang bersifat
sistemik. Bank Indonesia mengembangkan mekanisme dan pengaturan untuk
mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung semakin meningkat.
Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran yang bersifat real time
atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang dapat
lebih meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem pembayaran. Sebagai otoritas
dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki informasi dan keahlian untuk
mengidentifikasi risiko potensial dalam sistem pembayaran.
Keempat, melalui
fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat mengakses
informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui
pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan
sektor keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak
pada stabilitas sistem keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia dapat
mengembangkan instrumen dan indikator macroprudential untuk mendeteksi
kerentanan sektor keuangan. Hasil riset dan pemantauan tersebut, selanjutnya
akan menjadi rekomendasi bagi otoritas terkait dalam mengambil langkah-langkah
yang tepat untuk meredam gangguan dalam sektor keuangan.
Kelima, Bank
Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman
sistim keuangan melalui fungsi bank sentral sebagai lender of
the last resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan peran tradisional Bank Indonesia
sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna menghindari terjadinya
ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR mencakup penyediaan
likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini hanya diberikan kepada
bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi memicu terjadinya krisis
yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR dapat diterapkan pada
bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer namun masih memiliki
kemampuan untuk membayar kembali. Dalam menjalankan fungsinya sebagai
LoLR, Bank Indonesia harus menghindari terjadinya moral hazard. Oleh
karena itu, pertimbangan risiko sistemik dan persyaratan yang ketat harus
diterapkan dalam penyediaan likuiditas tersebut.
1.4 Peran
Bank Indonesia dalam Perbankan
Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Kelima peran utama yang mencakup kebijakan dan instrumen dalam menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah:
1. Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini mengingat gangguan stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap berbagai aspek ekonomi.
2. Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi.
3. Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu peserta dalam sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup serius dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagion risk) sehingga menimbulkan gangguan yang bersifat sistemik. Bank Indonesia mengembangkan mekanisme dan pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung semakin meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran yang bersifat real time atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang dapat lebih meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem pembayaran.
4. Melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak pada stabilitas sistem keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia dapat mengembangkan instrumen dan indikator macroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor keuangan.
5. Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaringan pengaman sistem keuangan melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan peran tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR dapat diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer namun masih memiliki kemampuan untuk membayar kembali.
1.5. Deregulasi Perbankan Indonesia
Deregulasi perbankan adalah keadaan dimana terjadinya perubahan peraturan dalam perbankan, khususnya di Indonesia. Hal ini terjadi karena belum tangguhnya keadaan perbankan Indonesia, disebabkan perbankan Indonesia adalah warisan dari negara penjajah di Indonesia sehingga tidak memiliki kemampuan untuk mengelola perbankan dengan baik dan Indonesia memang tidak didasari untuk belajar dari negara-negara lain yang sudah lebih lama mengatur soal bank.
Deregulasi ini dimaksudkan dengan tujuan membuat suasana perbankan di Indonesia lebih stabil. Maka dibuatlah kebijakan – kebijakan yang mengatur tentang perbankan Indonesia. Mulai dari 1 juni tahun 1983 yang memberikan keleluasaan kepada bank-bank untuk menentukan suku bunga deposito. Dilanjutkan dengan Paket Kebijakan 27 Oktober 1988 (Pakto 88) hanya dengan modal Rp 10 milyar maka seorang pengusaha bisa membuka bank baru sehingga pada masa itu meledaklah jumlah bank di Indonesia. Lalu Paket Februari 1991 (Paktri) yang berupaya mengatur pembatasan dan pemberatan persyaratan perbankan dengan mengharuskan dipenuhinya persyaratan permodalan minimal 8 persen dari kekayaan sehingga diharapkan peningkatan kualitas perbankan Indonesia. UU Perbankan baru No 7 menggarisbawahi soal peniadaan pemisahan perbankan berdasarkan kepemilikan. Hingga Pakmei pemerintah berharap mengucurkan kredit, sehingga dunia usaha tidak lesu lagi dan industri otomotif bisa bergairah kembali, dan terakhir dikeluarkannya PP No 68 tahun 1996, PP ini sangat menguntungkan para nasabah karena nasabah bank akan tahu persis rapor banknya.
DEREGULASI perbankan sudah digulirkan sejak 14 tahun lalu. Kesan bongkar pasang itu tak terhindarkan. Bahkan, dari dampak yang kini terasa yaitu goyahnya sejumlah bank swasta, sangat terasa bahwa aturan-aturan perbankan Indonesia memang tak didasari pengalaman negara-negara lain yang sudah lebih lama mengatur soal-soal bank.
Deregulasi perbankan yang dikeluarkan pada 1 Juni 1983 mencatat beberapa hal. Di antaranya: memberikan keleluasaan kepada bank-bank untuk menentukan suku bunga deposito. Kemudian dihapusnya campur tangan Bank Indonesia terhadap penyaluran kredit. Deregulasi ini juga yang pertama memperkenalkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SPBU). Aturan ini dimaksudkan untuk merangsang minat berusaha di bidang perbankan Indonesia di masa mendatang.
Lima tahun kemudian ada Paket Kebijakan 27 Oktober 1988 (Pakto 88) yang terkenal itu. Pakto 88 boleh dibilang adalah aturan paling liberal sepanjang sejarah Republik Indonesia di bidang perbankan. Contohnya, hanya dengan modal Rp 10 milyar maka seorang pengusaha bisa membuka bank baru. Dan kepada bank-bank asing lama dan yang baru masuk pun diijinkan membuka cabangnya di enam kota. Bahkan bentuk patungan antar bank asing dengan bank swasta nasional diijinkan. Dengan demikian, secara terang-terangan monopoli dana BUMN oleh bank-bank milik negara dihapuskan.
Bahkan, beberapa bank kemudian menjadi bank devisa karena persyaratan untuk mendapat predikat itu dilonggarkan. Dengan berbagai kemudahan Pakto 88, meledaklah jumlah bank di Indonesia.
Banyaknya jumlah bank membuat kompetisi pencarian tenaga kerja, mobilisasi dana deposito dan tabungan jugase makin sengit. Ujung-ujungnya, karena bank terus dipacu untuk mencari untung, sisi keamanan penyaluran dana terabaikan, dan akhirnya kredit macet menggunung. Kondisi ini kemudian memunculkan Paket Februari 1991(Paktri) yang mendorong dimulainya proses globalisasi perbankan.
Salah satu tugasnya adalah berupaya mengatur pembatasan dan pemberatan persyaratan perbankan dengan mengharuskan dipenuhinya persyaratan permodalan minimal 8 persen dari kekayaan. Yang diharapkan dalam paket itu adalah akan adanya peningkatan kualitas perbankan Indonesia. Dengan mewajibkan bank-bank memenuhi aturan penilaian kesehatan bank yang mempergunakan formula kriteria tertentu, tampaknya paket itu tidak bisa menghindari kesan sebagai produk aturan yang diwarnai trauma atas terjadinya kasus kolapsnya Bank Perbankan Asia, Bank Duta, dan Bank Umum Majapahit.
Setelah itu, lahir UU Perbankan baru bernomor 7 tahun 1992 yang disahkan oleh Presiden Soeharto pada 25 Maret 1992. Undang Undang itu merupakan penyempurnaan UU Nomor 14 tahun 1967. Intinya, UU itu menggarisbawahi soal peniadaan pemisahan perbankan berdasarkan kepemilikan. Kalau UU yang lama secara tegas menjelaskan soal pemilikan bank/pemerintah, pemerintah daerah, swasta nasional, dan asing. Mengenai perizinan, pada UU lama persyaratan mendirikan bank baru ditekankan pada permodalan dan pemilikan. Pada UU yang baru, persyaratannya meliputi berbagai unsur seperti susunan organisasi, permodalan, kepemilikan, keahlian di bidang perbankan, kelayakan kerja, dan hal-hal lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan pertimbangan Bank Indonesia.
Untuk mengurangi sebagian kendala yang dihadapi perbankan dalam melakukan ekspansi kredit dan koreksi terhadap Paktri yang begitu mengekang bank, pemerintah mengeluarkan Paket 29 Mei 1993 (Pakmei). Dengan Pakmei itu, pemerintah berharap mengucurkan kredit, sehingga dunia usaha tidak lesu lagi dan industri otomotif bisa bergairah kembali. Disebutkan dalam Pakmei ini pencapaian CAR (capital adiquacy ratio)-- atau perimbangan antara modal sendiri dan aset -- sesuai dengan ketentuan adalah 8 persen. Kemudian penyempurnaan lain pada paket itu adalah ketentuan loan to deposit ratio (LDR).
Aturan yang terakhir diluncurkan adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 68 tahun 1996 yang ditanda tangani Presiden RI pada 3 Desember 1996. Belajar dari pengalaman Bank Summa, PP ini sangat menguntungkan para nasabah karena nasabah bank akan tahu persis rapor banknya. Dengan begitu, mereka bisa ancang-ancang jika suatu saat banknya sedang goyah atau bahkan nyaris pailit.
Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Kelima peran utama yang mencakup kebijakan dan instrumen dalam menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah:
1. Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini mengingat gangguan stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap berbagai aspek ekonomi.
2. Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi.
3. Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu peserta dalam sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup serius dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagion risk) sehingga menimbulkan gangguan yang bersifat sistemik. Bank Indonesia mengembangkan mekanisme dan pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung semakin meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran yang bersifat real time atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang dapat lebih meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem pembayaran.
4. Melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak pada stabilitas sistem keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia dapat mengembangkan instrumen dan indikator macroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor keuangan.
5. Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaringan pengaman sistem keuangan melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan peran tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR dapat diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer namun masih memiliki kemampuan untuk membayar kembali.
1.5. Deregulasi Perbankan Indonesia
Deregulasi perbankan adalah keadaan dimana terjadinya perubahan peraturan dalam perbankan, khususnya di Indonesia. Hal ini terjadi karena belum tangguhnya keadaan perbankan Indonesia, disebabkan perbankan Indonesia adalah warisan dari negara penjajah di Indonesia sehingga tidak memiliki kemampuan untuk mengelola perbankan dengan baik dan Indonesia memang tidak didasari untuk belajar dari negara-negara lain yang sudah lebih lama mengatur soal bank.
Deregulasi ini dimaksudkan dengan tujuan membuat suasana perbankan di Indonesia lebih stabil. Maka dibuatlah kebijakan – kebijakan yang mengatur tentang perbankan Indonesia. Mulai dari 1 juni tahun 1983 yang memberikan keleluasaan kepada bank-bank untuk menentukan suku bunga deposito. Dilanjutkan dengan Paket Kebijakan 27 Oktober 1988 (Pakto 88) hanya dengan modal Rp 10 milyar maka seorang pengusaha bisa membuka bank baru sehingga pada masa itu meledaklah jumlah bank di Indonesia. Lalu Paket Februari 1991 (Paktri) yang berupaya mengatur pembatasan dan pemberatan persyaratan perbankan dengan mengharuskan dipenuhinya persyaratan permodalan minimal 8 persen dari kekayaan sehingga diharapkan peningkatan kualitas perbankan Indonesia. UU Perbankan baru No 7 menggarisbawahi soal peniadaan pemisahan perbankan berdasarkan kepemilikan. Hingga Pakmei pemerintah berharap mengucurkan kredit, sehingga dunia usaha tidak lesu lagi dan industri otomotif bisa bergairah kembali, dan terakhir dikeluarkannya PP No 68 tahun 1996, PP ini sangat menguntungkan para nasabah karena nasabah bank akan tahu persis rapor banknya.
DEREGULASI perbankan sudah digulirkan sejak 14 tahun lalu. Kesan bongkar pasang itu tak terhindarkan. Bahkan, dari dampak yang kini terasa yaitu goyahnya sejumlah bank swasta, sangat terasa bahwa aturan-aturan perbankan Indonesia memang tak didasari pengalaman negara-negara lain yang sudah lebih lama mengatur soal-soal bank.
Deregulasi perbankan yang dikeluarkan pada 1 Juni 1983 mencatat beberapa hal. Di antaranya: memberikan keleluasaan kepada bank-bank untuk menentukan suku bunga deposito. Kemudian dihapusnya campur tangan Bank Indonesia terhadap penyaluran kredit. Deregulasi ini juga yang pertama memperkenalkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SPBU). Aturan ini dimaksudkan untuk merangsang minat berusaha di bidang perbankan Indonesia di masa mendatang.
Lima tahun kemudian ada Paket Kebijakan 27 Oktober 1988 (Pakto 88) yang terkenal itu. Pakto 88 boleh dibilang adalah aturan paling liberal sepanjang sejarah Republik Indonesia di bidang perbankan. Contohnya, hanya dengan modal Rp 10 milyar maka seorang pengusaha bisa membuka bank baru. Dan kepada bank-bank asing lama dan yang baru masuk pun diijinkan membuka cabangnya di enam kota. Bahkan bentuk patungan antar bank asing dengan bank swasta nasional diijinkan. Dengan demikian, secara terang-terangan monopoli dana BUMN oleh bank-bank milik negara dihapuskan.
Bahkan, beberapa bank kemudian menjadi bank devisa karena persyaratan untuk mendapat predikat itu dilonggarkan. Dengan berbagai kemudahan Pakto 88, meledaklah jumlah bank di Indonesia.
Banyaknya jumlah bank membuat kompetisi pencarian tenaga kerja, mobilisasi dana deposito dan tabungan jugase makin sengit. Ujung-ujungnya, karena bank terus dipacu untuk mencari untung, sisi keamanan penyaluran dana terabaikan, dan akhirnya kredit macet menggunung. Kondisi ini kemudian memunculkan Paket Februari 1991(Paktri) yang mendorong dimulainya proses globalisasi perbankan.
Salah satu tugasnya adalah berupaya mengatur pembatasan dan pemberatan persyaratan perbankan dengan mengharuskan dipenuhinya persyaratan permodalan minimal 8 persen dari kekayaan. Yang diharapkan dalam paket itu adalah akan adanya peningkatan kualitas perbankan Indonesia. Dengan mewajibkan bank-bank memenuhi aturan penilaian kesehatan bank yang mempergunakan formula kriteria tertentu, tampaknya paket itu tidak bisa menghindari kesan sebagai produk aturan yang diwarnai trauma atas terjadinya kasus kolapsnya Bank Perbankan Asia, Bank Duta, dan Bank Umum Majapahit.
Setelah itu, lahir UU Perbankan baru bernomor 7 tahun 1992 yang disahkan oleh Presiden Soeharto pada 25 Maret 1992. Undang Undang itu merupakan penyempurnaan UU Nomor 14 tahun 1967. Intinya, UU itu menggarisbawahi soal peniadaan pemisahan perbankan berdasarkan kepemilikan. Kalau UU yang lama secara tegas menjelaskan soal pemilikan bank/pemerintah, pemerintah daerah, swasta nasional, dan asing. Mengenai perizinan, pada UU lama persyaratan mendirikan bank baru ditekankan pada permodalan dan pemilikan. Pada UU yang baru, persyaratannya meliputi berbagai unsur seperti susunan organisasi, permodalan, kepemilikan, keahlian di bidang perbankan, kelayakan kerja, dan hal-hal lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan pertimbangan Bank Indonesia.
Untuk mengurangi sebagian kendala yang dihadapi perbankan dalam melakukan ekspansi kredit dan koreksi terhadap Paktri yang begitu mengekang bank, pemerintah mengeluarkan Paket 29 Mei 1993 (Pakmei). Dengan Pakmei itu, pemerintah berharap mengucurkan kredit, sehingga dunia usaha tidak lesu lagi dan industri otomotif bisa bergairah kembali. Disebutkan dalam Pakmei ini pencapaian CAR (capital adiquacy ratio)-- atau perimbangan antara modal sendiri dan aset -- sesuai dengan ketentuan adalah 8 persen. Kemudian penyempurnaan lain pada paket itu adalah ketentuan loan to deposit ratio (LDR).
Aturan yang terakhir diluncurkan adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 68 tahun 1996 yang ditanda tangani Presiden RI pada 3 Desember 1996. Belajar dari pengalaman Bank Summa, PP ini sangat menguntungkan para nasabah karena nasabah bank akan tahu persis rapor banknya. Dengan begitu, mereka bisa ancang-ancang jika suatu saat banknya sedang goyah atau bahkan nyaris pailit.
Deregulasi
Perbankan Indonesia
Deregulasi
perbankan yang dikeluarkan pada 1 Juni 1983 mencatat beberapa hal. Di
antaranya: memberikan keleluasaan kepada bank-bank untuk menentukan suku bunga
deposito. Kemudian dihapusnya campur tangan Bank Indonesia
terhadap penyaluran kredit. Deregulasi ini juga yang pertama memperkenalkan
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SPBU). Aturan
ini dimaksudkan untuk merangsang minat berusaha di bidang perbankan Indonesia
di masa mendatang.
Lima tahun
kemudian ada Paket Kebijakan 27 Oktober 1988 (Pakto 88) yang terkenal itu.
Pakto 88 boleh dibilang adalah aturan paling liberal sepanjang sejarah
Republik Indonesia di bidang perbankan. Contohnya, hanya dengan modal Rp 10
milyar maka seorang pengusaha bisa membuka bank baru. Dan kepada bank-bank
asing lama dan yang baru masuk pun diijinkan membuka cabangnya di enam kota.
Bahkan bentuk patungan antar bank asing dengan bank swasta nasional
diijinkan. Dengan demikian, secara terang-terangan monopoli dana BUMN oleh
bank-bank milik negara dihapuskan.
Bahkan,
beberapa bank kemudian menjadi bank devisa
karena persyaratan untuk mendapat predikat itu dilonggarkan. Dengan berbagai
kemudahan Pakto 88, meledaklah jumlah bank di Indonesia.
Banyaknya
jumlah bank membuat kompetisi pencarian tenaga kerja, mobilisasi dana deposito
dan tabungan juga semakin sengit. Ujung-ujungnya, karena bank terus dipacu
untuk mencari untung, sisi keamanan penyaluran dana terabaikan, dan akhirnya
kredit macet menggunung. Kondisi ini kemudian memunculkan Paket Februari
1991(Paktri) yang mendorong dimulainya proses globalisasi perbankan.
Salah satu
tugasnya adalah berupaya mengatur pembatasan dan pemberatan persyaratan
perbankan dengan mengharuskan dipenuhinya persyaratan permodalan minimal 8
persen dari kekayaan. Yang diharapkan dalam paket itu adalah akan adanya
peningkatan kualitas perbankan Indonesia. Dengan mewajibkan bank-bank memenuhi
aturan penilaian kesehatan bank yang mempergunakan formula kriteria tertentu,
tampaknya paket itu tidak bisa menghindari kesan sebagai produk aturan yang
diwarnai trauma atas terjadinya kasus kolapsnya Bank Perbankan Asia, Bank Duta,
dan Bank Umum Majapahit.
Setelah itu,
lahir UU Perbankan baru bernomor 7 tahun 1992 yang disahkan oleh Presiden
Soeharto pada 25 Maret 1992. Undang Undang itu merupakan penyempurnaan UU Nomor
14 tahun 1967. Intinya, UU itu menggarisbawahi soal peniadaan pemisahan
perbankan berdasarkan kepemilikan. Kalau UU yang lama secara tegas menjelaskan
soal pemilikan bank/pemerintah, pemerintah daerah, swasta nasional, dan asing.
Mengenai perizinan, pada UU lama persyaratan mendirikan bank baru ditekankan
pada permodalan dan pemilikan. Pada UU yang baru, persyaratannya meliputi
berbagai unsur seperti susunan organisasi, permodalan, kepemilikan, keahlian di
bidang perbankan, kelayakan kerja, dan hal-hal lain yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan berdasarkan pertimbangan Bank Indonesia.
Untuk
mengurangi sebagian kendala yang dihadapi perbankan dalam melakukan ekspansi
kredit dan koreksi terhadap Paktri yang begitu mengekang bank, pemerintah
mengeluarkan Paket 29 Mei 1993 (Pakmei). Dengan Pakmei itu, pemerintah berharap
mengucurkan kredit, sehingga dunia usaha tidak lesu lagi dan industri otomotif
bisa bergairah kembali. Disebutkan dalam Pakmei ini pencapaian CAR (capital adiquacy ratio)– atau perimbangan antara
modal sendiri dan aset -sesuai dengan ketentuan adalah 8 persen. Kemudian
penyempurnaan lain pada paket itu adalah ketentuan loan to deposit ratio
(LDR).
Aturan yang
terakhir diluncurkan adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 68 tahun 1996 yang
ditanda tangani Presiden RI pada 3 Desember 1996. Belajar dari pengalaman Bank
Summa, PP ini sangat menguntungkan para nasabah karena nasabah bank akan tahu
persis rapor banknya. Dengan begitu, mereka bisa ancang-ancang jika suatu saat
banknya sedang goyah atau bahkan nyaris pailit.
Analisa:
Deregulasi
perbankan adalah keadaan dimana terjadinya perubahan peraturan dalam perbankan,
khususnya di Indonesia. Hal ini terjadi karena belum tangguhnya keadaan
perbankan Indonesia, disebabkan perbankan Indonesia adalah warisan dari negara
penjajah di Indonesia sehingga tidak memiliki kemampuan untuk mengelola
perbankan dengan baik dan Indonesia memang tidak didasari untuk belajar dari
negara-negara lain yang sudah lebih lama mengatur soal bank.
Deregulasi
ini dimaksudkan dengan tujuan membuat suasana perbankan di Indonesia lebih
stabil. Maka dibuatlah kebijakan – kebijakan yang mengatur tentang perbankan
Indonesia. Mulai dari 1 juni tahun 1983 yang memberikan keleluasaan kepada
bank-bank untuk menentukan suku bunga deposito. Dilanjutkan dengan Paket
Kebijakan 27 Oktober 1988 (Pakto 88) hanya dengan modal Rp 10 milyar maka
seorang pengusaha bisa membuka bank baru sehingga pada masa itu meledaklah
jumlah bank di Indonesia. Lalu Paket Februari 1991 (Paktri) yang berupaya
mengatur pembatasan dan pemberatan persyaratan perbankan dengan mengharuskan
dipenuhinya persyaratan permodalan minimal 8 persen dari kekayaan sehingga diharapkan
peningkatan kualitas perbankan Indonesia. UU Perbankan baru No 7
menggarisbawahi soal peniadaan pemisahan perbankan berdasarkan kepemilikan.
Hingga Pakmei pemerintah berharap mengucurkan kredit, sehingga dunia usaha
tidak lesu lagi dan industri otomotif bisa bergairah kembali, dan terakhir
dikeluarkannya PP No 68 tahun 1996, PP ini sangat menguntungkan para nasabah
karena nasabah bank akan tahu persis rapor banknya
1.
Pengenalan
Laporan Keuangan Perbankan
1.1.
Neraca Bank
NERACA BANK
Neraca Bank
adalah ikhtisar yang menggambarkan posisi harta, kewajiban, dan modal sendiri
suatu badan usaha pada saat tertentu; disebut neraca karena kenyataannya
terjadi keseimbangan antara harta di satu pihak dengan kewajiban dan modal di
pihak lain (balance sheet).
Elemen Neraca Bank terdiri dari :
a. Kelompok Aset:
- Aset Lancar
- Investasi jangka panjang
- Aset tetap
- Aset yang tidak berwujud
- Aset lain-lain
b. Kelompok Kewajiban:
- Kewajiban lancar
- Kewajiban jangka panjang
- Kewajiban lain-lain
c. Kelompok Ekuitas:
- Modal saham
- Agio/disagio saham
- Cadangan-cadangan
- Saldo laba
- Aset Lancar
- Investasi jangka panjang
- Aset tetap
- Aset yang tidak berwujud
- Aset lain-lain
b. Kelompok Kewajiban:
- Kewajiban lancar
- Kewajiban jangka panjang
- Kewajiban lain-lain
c. Kelompok Ekuitas:
- Modal saham
- Agio/disagio saham
- Cadangan-cadangan
- Saldo laba
contoh neraca bank :
1.2.
Laporan Rugi/Laba Bank
Laporan Rugi Laba
adalah merupakan laporan akuntansi utama, atau bagian dari laporan
keuangan suatu
perusahaan yang dihasilkan pada suatu periode akuntansi yang menjabarkan
unsur-unsur pendapatan dan beban perusahaan sehingga menghasilkan suatu laba
(atau rugi) bersih.
Berdasarkan
Undang – Undang RI No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan pasal 34, setiap bank
diwajibkan menyampaikan laporan keuangan berupa neraca dan perhitungan laba /
rugi berdasarkan waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Menurut
Bambang Riyanto pengertian laporan keuangan adalah ikhtisar mengenai keadaan
keuangan suatu perusahaan, dimana neraca ( Balance Sheet) mencerminkan nilai
aktiva, hutang dan modal sendiri pada suatu saat tertentu dan laporan laba rugi
(Income Statement ) mencerminkan hasil – hasil yang dicapai dalam suatu periode
tertentu biasanya meliputi periode 1 tahun.
Untuk Menghitung
laba rugi perusahaan adalah:
Laba bersih = laba kotor-beban usaha
Laba bersih = laba kotor-beban usaha
Beban usaha dalam
perusahaan dagang ada dua kelompok.
- Beban
penjualan ialah biaya yang langsung dengan penjualan.
- Beban
administrasi/umum ialah biaya-biaya yang tidak langsung dengan penjualan.
Untuk menghitung
laba kotor adalah:
Laba kotor = penjualan bersih-harga pokok penjualan
Laba kotor = penjualan bersih-harga pokok penjualan
Sedangkan untuk
menghitung penjualan bersih adalah :
Penjualan bersih = penjualan – retur penjualan dan pengurangan harga – potongan penjualan.
Penjualan bersih = penjualan – retur penjualan dan pengurangan harga – potongan penjualan.
B. ISI ATAU
ELEMEN LAPORAN RUGI/LABA BANK
I. Pendapatan
Jumlah dari :
1. Pendapatan Operasional
1. Pendapatan Operasional
- Hasil Bunga
- Provisi dan
Komisi
2. Pendapatan Non
Operasional
II. Biaya Jumlah
dari:
1. Biaya Operasional
1. Biaya Operasional
- Biaya Bunga
- Biaya
Lanilla
2. Biaya Non
Operasional
III. Laba/Rugi
sebelum pajak
IV. Sisa/ Laba / Rugi tahun lalu
IV. Sisa/ Laba / Rugi tahun lalu
Unsur-unsur dan
Isi laporan laba rugi biasanya terdiri dari:
- Pendapatan
dari penjualan
- Dikurangi
Beban pokok penjualan
- Laba/rugi
kotor
- Dikurangi
Beban usaha
- Laba/rugi
usaha
- Ditambah
atau dikurangi Penghaslan/beban lain
- Laba/rugi
sebelum pajak
- Dikurangi
Beban pajak
- Laba/rugi
bersih
C. CONTOH LAPORAN RUGI/LABA BANK
2.3. Laporan
Kualitas Avtiva Produksi
Untuk lebih
memahami konsep aktiva produkrif, maka pada bagaian ini terlebih dahulu akan
dikupas mengenai aktiva dan prinsip-prinsipnya. Kualitas aktiva Produktif (KAP)
adalah sebagai nilai tingkat kemungkinan diterimanya kembali dana yang
ditanamkan dalam aktiva produktif (pokok termasuk bunga) berdasarkan kriteria
tertentu. Hal ini untuk memudahkan dalam memahami aktiva produktif dalam
pembahasan selanjutnya. Aktiva diartikan sebagai jasa yang akan datang dalam
bentuk uang atau jasa mendatang yang dapat ditukarkan menjadi uang (kecuali
jasa-jasa yang timbul dari kontrak yang belum dijalankan kedua belah pihak
secara sebanding) yang didalamnya terkandung kepentingan yang bermanfaat yang
dijamin menurut hokum atau keadilan bagi orang atau sekelompok orang tertentu.
Aktiva juga diartikan sebagai manfaat ekonomi yang sangat mungkin diperoleh
atau dikendalikan oleh entitas tertentu pada masa mendatang sebagai hasil
transaksi atau kejadian masa lalu (Marianus Sinaga, 1997).
Dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) pada bagian kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan, manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aktiva adalah potensi dari aktiva tersebut untuk memberikan sumbangan, baik langsung maupun tidak langsung, arus kas dan setara kas kepada perusahaan.Potensi tersebut dapat berbentuk sesuatu yang produktif dan merupakan bagian dari aktivas operasional perusahaan. Mungkin pula berbentuk sesuatu yang dapat diubah menjadi kas atau setara kas atau berbentuk kemampuan untuk mengurangi pengeluaran kas, seperti penurunan biaya akibat penggunaan proses produksi alternatif. Sesuai dengan namanya aktifa produktif (earning assets) adalah aktiva yang menghasilkan suatu kontribusi pendapatan bagi bank.
Dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) pada bagian kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan, manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aktiva adalah potensi dari aktiva tersebut untuk memberikan sumbangan, baik langsung maupun tidak langsung, arus kas dan setara kas kepada perusahaan.Potensi tersebut dapat berbentuk sesuatu yang produktif dan merupakan bagian dari aktivas operasional perusahaan. Mungkin pula berbentuk sesuatu yang dapat diubah menjadi kas atau setara kas atau berbentuk kemampuan untuk mengurangi pengeluaran kas, seperti penurunan biaya akibat penggunaan proses produksi alternatif. Sesuai dengan namanya aktifa produktif (earning assets) adalah aktiva yang menghasilkan suatu kontribusi pendapatan bagi bank.
Isi/elemen laporan kualitas aktiva produk
A. Pihak Terkait
1 Penempatan pada Bank Lain
2 Surat-surat Berharga kepada Pihak ketiga dan
Bank Indonesia
3 Kredit kepada Pihak ketiga
a. KUK
b. kredit properti
i. direstrukturisasi
ii. tidak direstrukturisasi
c. kredit lain yang direstrukturisasi
d. lainnya
4 Penyertaan pada pihak ketiga
a.Pada perusahaan keuangan non-bank
b.Dalam rangka restrukturisasi kredit
5 Tagihan Lain kepada pihak ketiga
6 Komitmen dan Kontinjensi kepada pihak ketiga
B Pihak Tidak Terkait
1 Penempatan pada Bank Lain
2 Surat-surat Berharga kepada Pihak ketiga dan
Bank Indonesia
3 Kredit kepada Pihak ketiga
a. KUK
b. kredit properti
i. direstrukturisasi
ii. tidak direstrukturisasi
c. kredit lain yang direstrukturisasi
d. lainnya
4 Penyertaan pada pihak ketiga
a.Pada perusahaan keuangan non-bank
b.Dalam rangka restrukturisasi kredit
5 Tagihan Lain kepada pihak ketiga
6 Komitmen dan Kontinjensi kepada pihak ketiga
JUMLAH
7 PPAP yang wajib dibentuk
8 PPAP yang telah dibentuk
9 Total Asset bank yang dijaminkan :
a. Pada Bank Indonesia
b. Pada Pihak Lain
10 Persentase KUK terhadap total kredit
11 Persentase Jumlah Debitur KUK terhadap Total Debitur
1 Penempatan pada Bank Lain
2 Surat-surat Berharga kepada Pihak ketiga dan
Bank Indonesia
3 Kredit kepada Pihak ketiga
a. KUK
b. kredit properti
i. direstrukturisasi
ii. tidak direstrukturisasi
c. kredit lain yang direstrukturisasi
d. lainnya
4 Penyertaan pada pihak ketiga
a.Pada perusahaan keuangan non-bank
b.Dalam rangka restrukturisasi kredit
5 Tagihan Lain kepada pihak ketiga
6 Komitmen dan Kontinjensi kepada pihak ketiga
B Pihak Tidak Terkait
1 Penempatan pada Bank Lain
2 Surat-surat Berharga kepada Pihak ketiga dan
Bank Indonesia
3 Kredit kepada Pihak ketiga
a. KUK
b. kredit properti
i. direstrukturisasi
ii. tidak direstrukturisasi
c. kredit lain yang direstrukturisasi
d. lainnya
4 Penyertaan pada pihak ketiga
a.Pada perusahaan keuangan non-bank
b.Dalam rangka restrukturisasi kredit
5 Tagihan Lain kepada pihak ketiga
6 Komitmen dan Kontinjensi kepada pihak ketiga
JUMLAH
7 PPAP yang wajib dibentuk
8 PPAP yang telah dibentuk
9 Total Asset bank yang dijaminkan :
a. Pada Bank Indonesia
b. Pada Pihak Lain
10 Persentase KUK terhadap total kredit
11 Persentase Jumlah Debitur KUK terhadap Total Debitur
Contoh laporan
kualitas aktiva produktif
2.4. Laporan
Komitmen dan Kontigensi
Komitmen dan
Kontinjensi harus disajikan sedemikian rupa sehingga apabila dikaitkan dengan
pos-pos aktiva dan pasiva neraca dapat menggambarkan posisi keuangan secara
wajar. Komitmen dan Kontinjensi merupakan transaksi yang belum mengubah posisi
aktiva dan pasiva bank pada tanggal laporan, tetapi harus dilaksanakan oleh
bank apabila persyaratan yang disepakati dengan nasabah telah terpenuhi.
Komitmen dan Kontinjensi dapat berupa tagihan atau kewajiban bank. Komitmen dan
kontinjensi tersebut dapat dalam bentuk mata uang rupiah atau asing.
Komitmen
Komitmen adalah
suatu perikatan atau kontrak berupa janji yang tidak dapat dibatalkan secara
sepihak dan harus dilaksanakan apabila persyaratan yang disepakati bersama
dipenuhi. Jenis komitmen yang lazim antara lain :
1. Fasilitas
pinjaman yang diterima
Yaitu fasilitas
pinjaman yang diterima oleh bank dari bank lain atau pihak lain dan belum
digunakan pada tanggal laporan. Fasilitas yang diterima disajikan sebesar sisa
fasilitas yang belum ditarik oleh bank.
2. Fasilitas yang
diberikan
Adalah fasilitas
kredit yang telah disetujui oleh bank dan diberikan kepada nasabah dan masih
berlaku digunakan oleh nasabah. Fasilitas yang diberikan sebesar sisa komitmen
yang belum ditarik.
3. Kewajiban
pembelian aktiva bank yang dijual dengan syarat repo
Adalah kewajiban
bank untuk membeli kembali aktiva bank pada waktu tertentu yang dijanjikan.
Kewajiban disajikan sebesar nilai pembelian yang disepakati bank dengan
nasabah.
4. L/C yang tidak
dapat dibatalkan yang masih berjalan
Adalah Pemberian
jaminan dalam bentuk penerbitan L/C yang tidak dapat dibatalkan dalam rangka
ekspor impor lalu lintas perdagangan. Disajikan sebesar nilai L/C yang belum
direalisasi.
5. Ekseptasi
wesel impor atas dasar L/C berjangka
Adalah jaminan
dalam bentuk panandatanganan terhadap wesel-wesel impor atas dasar L/C
berjangka. Disajikan sebesar nilai wesel yang diaksep.
6. Transaksi
valus yang belum diselesaikan.
Adalah Jumlah
transaksi valus tunai yang belum diselesaikan pada tanggal laporan.
7. Transaksi
valus berjangka
Adalah saldo
tagihan yang timbul dari transaksi valus berjangka wajib dilaporkan dalam
komitmen dan kontinjensi . Dijabarkan dalam mata uang rupiah sesuai kurs pada tanggal
laporan.
Kontinjensi
Kontinjensi
adalah tagihan atau kewajiban yang timbulnya tergantung pada jadi atau tidaknya
satu atau lebih peristiwa di masa yang akan datang. Jenis komitmen yang lazim
antara lain :
1. Garansi Bank
Adalah Semua
bentuk garansi yang diterima atau diberikan oleh bank yang mengakibatkan
pembayaran kepada pihak yang menerima jaminan apabila pihak yang dijamin bank
cidera janji. Garansi bank dapat berupa :
a. Penerimaan
atau penerbitan jaminan dalam bentuk bank garansi, baik dalam rangka pemberian
kredit, risk sharing dan standby L/C maupun pelaksanaan proyek seperti bid
bonds, performance bonds atau advance payment bonds.
b. Akseptasi atau
endosmen surat berharga yaitu pemberian jaminan atau garansi dalam bentu
penandatanganan kedua dan seterusnya atas wesel atau promes atau aksep.
Garansi yang
masih berlaku, baik diterima atau diterbitkan oleh bank disajikan dalam
komitmen dan kontinjensi sebesar nilai nominal jaminan.
2. L/C yang dapat
dibatalkan
Adalah jaminan
dalam bentuk penerbitan L/C yang dapat dibatalkan dalam rangka ekspor impor
atau lalu lintas perdagangan. L/C disajikan sebesar sisa jumlah L/C yang belum
terealisasi.
3. Transaksi opsi
valuta asing
Transaksi opsi
valus yang masih berjalan pada tanggal laporan, wajib dilaporkan dalam laporan
komitmen dan kontinjensi dan dijabarkan ke dalam mata uang rupiah dengan
menggunakan kurs tengah pada tanggal laporan.
4. Pendapatan
bunga dalam penyelesaian
Perhitungan bunga
dari aktiva produktif non performing yang belum dapat diakui sebagai pendapatan
bunga dalam periode berjalan.
5. Rasio Keuangan
Rasio keuangan
adalah ukuran yang digunakan dalam interprestasi dana analysis laporan
finansial suatu perusahaan.
Daftar Pustaka:
9. http://andre-lucky.blogspot.com/2013/04/pengerian-laporan-komitmen-dan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar